MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN-ALIRAN TAUHID
BY : Titin Sumarni DAN Sri Utami
KATA PENGANTAR
Assalam’alaikum
Wr. Wb.
Alhamdulillah puji syukur penulis
sampaikan kepada Allah swt, karena
berkat ridho dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Sejarah Perkembangan Ilmu-ilmu Tauhid” tanpa ada suatu halangan.
Sholawat
dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad saw yang selalu kita nanti-nantikan
safaatnya di hari kiamat.
Dalam
penyusunan makalah ini banyak bantuan yang penulis terima. Oleh karena itu,
penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.
Orang tua yang
selalu memberikan doa dan restu.
2.
Bapak Zumrodi,
M.Ag, selaku dosen mata kuliah Tauhid Ilmu Kalam.
3.
Teman – teman
semua yang telah memberikan dukungan dan semangat.
4.
Semua pihak yang
terkait dalam penyusunan makalah ini.
Kiranya
segala kebaikan yang telah diberikan, semoga mendapat balasan dari Allah swt. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami harapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan selanjutnya.
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi perkembangan Tauhid Ilmu Kalam.
Wasalamu’alaikum
Wr. Wb.
Pati, 20 Maret 2014
Penulis
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Sebagai salah satu studi pemikiran
keislaman, ilmu tauhid memiliki posisi terhormat dalam
tradisi keislaman. Hal itu karena ilmu tauhid adalah tumpuan pemahaman tentang
sendi-sendi paling pokok dalam ajaran islam, yaitu simpul-simpul keimanan,
ke-mahaesaan Tuhan, dan pokok-pokok ajaran agama. Di Indonesia, terutama dalam
sistem pengajaran di madrasah dan pesantren, kajian tentang ilmu tauhid
merupakan suatu hal yang tidak mungkin ditinggalkan.
Dalam realitis sejarah, banyak dari ulama’ salaf yang menekuni, mendalami,
dan mengkaji ilmu tauhid. Pada masa lalu tingkat intensitas mereka terhadap studi ilmu tauhid sebatas memahami untuk kebutuhan pribadi, belum sampai
mengejawantah dalam bentuk karya tulis untuk disampaikan kepada orang lain,
karena kebutuhan sosial akan diskursus ilmu tauhid pada masa itu sangat minim.
Kondisinya kemudian berubah pada masa setelahnya, ketika religiusitas sosial
berubah dan keadaan masyarakat berbeda-beda, sehingga karya-karya tentang studi ilmu tauhid dirasa sangat diperlukan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang maka permasalahan akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah perkembangan ilmu tauhid dari masa ke masa?
2.
Bagaimana
pertumbuhan dan perkembangan aliran-aliran dalam ilmu tauhid/kalam?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan makalah :
1. Menjelaskan
perkembangan ilmu tauhid dari masa ke masa.
2. Menjelaskan
pertumbuhan dan perkembangan aliran-aliran dalam ilmu tauhid/kalam.
II. PEMBAHASAN
A. Perkembangan
Tauhid dari Masa ke Masa
1.
Perkembangan
Ilmu Tauhid Di Masa Rasulullah Saw
Masa Rasulullah saw merupakan periode pembinaan aqidah
dan peraturan peraturan dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam.
Segala masalah yang kabur dikembalikan langsung kepada Rasulullah saw sehingga
beliau berhasil menghilangkan perpecahan antara umatnya.[1] Masing-masing pihak tentu mempertahankan
kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam
agama-agama sebelum Islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati
Allah SWT dan Rasul-Nya serta menghindari dari perpecahan yang menyebabkan
timbulnya kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah
swt berfirman dalam Al-Quran surat al-Anfal ayat 46,
واطيعوا الله ورسوله ولا تنازعوا
فتفشلوا وتذهب ريحكم واصبروا ان الله مع الصابرين
Artinya: “Dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.[2]
Dengan demikian Tauhid di zaman Rasulullah saw tidak sampai kepada
perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, karena Rasul sendiri menjadi
penengahnya.
2.
Perkembangan
Ilmu Tauhid Di Masa Khulafaur Rasyidin
Setelah Rasulullah saw wafat,
dalam masa khalifah pertama dan kedua, umat islam tidak sempat membahas
dasar-dasar akidah karena mereka sibuk menghadapi musuh dan berusaha
memprtahankan kesatuan dan kesatuan umat. Tidak pernah terjadi perbedan dalam
bidang akidah. Mereka membaca dan memahamkan al Qur’an tanpa mencari ta’wil
dari ayat yang mereka baca. Mereka mengikuti perintah alqur’an dan mereka menjauhi
larangannya. Mereka mensifatkan Allah swt
dengan apa yang Allah swt sifatkan
sendiri. Dan mereka mensucikan Allah swt
dari sifat-sifat yang tidak layak bagi keagungan Allah swt. Apabila mereka menghadapi ayat-ayat yang mutasyabihah mereka
yang mengimaninya dengan menyerahkan penta’wilannya kepada allah swt sendiri.
Di masa khalifah ketiga akibat terjadi kekacauan politik yang diakhiri
dengan terbunuhnya khalifah Utsman. Umat Islam menjadi terpecah menjadi
beberapa golongan dan partai, barulah masing-masing partai dan
golongan-golongan itu dengan perkataan dan usaha dan terbukalah pintu ta’wil
bagi nas al Qur’an dan Hadits. Karena itu, pembahasan mengenai akidah mulai
subur dan berkembang, selangkah demi selangkah dan kian hari kian membesar dan
meluas.
3.
Perkembangan
Ilmu Tauhid Di Masa Daulah Umayyah.
Dalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak
perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya.
Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan
pengertian tentang ajaran Islam. Lebih lagi dengan berduyun-duyun pemeluk agama
lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur
agamanya, telah menyusupkan beberapa ajarannya. Masa inilah mulai timbul
keinginan bebas berfikir dan berbicara yang selama ini didiamkan oleh golongan
Salaf.
Muncullah sekelompok umat Islam membicarakan masalah Qadar (Qadariyah) yang
menetapkan bahwa manusia itu bebas berbuat, tidak ditentukan Tuhan. Sekelompok
lain berpendapat sebaliknya, manusia ditentukan Tuhan, tidak bebas berbuat
(Jabariyah). Kelompok Qadariyah ini tidak berkembang dan melebur dalam Mazhab
mu’tazilah yang menganggap bahwa manusia itu bebas berbuat (sehingga mereka
menamakan dirinya dengan “ahlu al-adli”), dan meniadakan semua sifat pada Tuhan
karena zat Tuhan tidak tersusun dari zat dan sifat, Ia Esa (inilah mereka juga
menamakan dirinya dengan “Ahlu At-Tauhid”).
Penghujung abad pertama Hijriah muncul pula kaum Khawarij yang mengkafirkan
orang muslim yang mengerjakan dosa besar, walaupun pada mulanya mereka adalah
pengikut Ali bin Abi Thalib, akhirnya memisahkan diri karena alasan politik.
Sedangkan kelompok yang tetap memihak kepada Ali membentuk golongan Syi’ah.
4.
Perkembangan
Ilmu Tauhid Di Masa Daulah Abbasyiah.
Masa ini merupakan zaman keemasan dan kecemerlangan Islam, ketika terjadi
hubungan pergaulan dengan suku-suku di luar arab yang mempercepat berkembangnya
ilmu pengetahuan. Usaha terkenal masa tersebut adalah penerjemahan
besar-besaran segala buku Filsafat.
Para khalifah menggunakan keahlian orang Yahudi, Persia dan Kristen sebagai
juru terjemah, walaupun masih ada diantara mereka kesempatan ini digunakan
untuk mengembangkan pikiran mereka sendiri yang diwarnai baju Islam tetapi
dengan maksud buruk. Inilah yang melatarbelakangi timbulnya aliran-aliran yang
tidak dikehendaki Islam.
Dalam masa ini muncul polemik-polemik menyerang paham yang dianggap
bertentangan. Misalnya dilakukan oleh ‘Amar bin Ubaid Al-Mu’tazili dengan
bukunya “Ar-Raddu ‘ala Al-Qadariyah” untuk menolak paham Qadariyah. Hisyam bin
Al-Hakam As-Syafi’i dengan bukunya “Al-Imamah, Al-Qadar, Al-Raddu ‘ala
Az-Zanadiqah” untuk menolak paham Mu’tazilah. Abu Hanifah dengan bukunya
“Al-Amin wa Al-Muta’allim” dan “Fiqhu Al-Akbar” untuk mempertahankan aqidah
Ahlussunnah. Dengan mendasari diri pada paham pendiri Mu’tazilah Washil bin
Atha’, golongan Mu’tazilah mengembangkan pemahamannya dengan kecerdasan
berpikir dan memberi argumen. Sehingga pada masa khalifah Al-Makmun,
Al-Mu’tasim dan Al-Wasiq, paham mereka menjadi mazhab negara, setelah
bertahun-tahun tertindas di bawah Daulah Umayyah. Semua golongan yang tidak
menerima Mu’tazilah ditindas, sehingga masyarakat bersifat apatis kepada
mereka. Saat itulah muncul Abu Hasan Al-‘Asy’ary, salah seorang murid tokoh
Mu’tazilah Al-Jubba’i menentang pendapat gurunya dan membela aliran Ahlussunnah
wal Jama’ah. Dia berpandangan “jalan tengah” antara pendapat Salaf dan
penentangnya. Abu Hasan menggunakan dalil naqli dan aqli dalam menentang
Mu’tazilah. Usaha ini mendapat dukungan dari Abu al-Mansur al-Maturidy,
al-Baqillani, Isfaraini, Imam haramain al-Juaini, Imam al-Ghazali dan Ar-Razi
yang datang sesudahnya.
Usaha para mutakallimin khususnya Al-Asy’ary dikritik oleh Ibnu Rusydi
melalui bukunya “Fushush Al-Maqal fii ma baina Al-Hikmah wa Asy-Syarizati min
Al-Ittishal” dan “Al-Kasyfu an Manahiji Al-Adillah”. Beliau mengatakan bahwa
para mutakallimin mengambil dalil dan muqaddimah palsu yang diambil dari
Mu’tazilah berdasarkan filsafat, tidak mampu diserap oleh akal orang awam.
Sudah barang tentu tidak mencapai sasaran dan jauh bergeser dari garis
al-Quran. Yang benar adalah mempertemukan antara syariat dan filsafat.
Dalam mengambil dalil terhadap aqidah Islam jangan terlalu menggunakan
filsafat karena jalan yang diterangkan oleh al-Quran sudah cukup jelas dan
sangat sesuai dengan fitrah manusia. Disnilah letaknya agama Islam itu
memperlihatkan kemudahan. Dengan dimasukkan filsafat malah tambah sukar dan
membingungkan.
5.
Perkembangan
Ilmu Tauhid Di Masa Pasca Daulah Abbasyiah.
Sesudah masa Bani Abbasiyah datanglah pengikut Al Asy‘ari yang terlalu jauh
menceburkan dirinya ke dalam falsafah, mencampurkan mantiq dan lain-lain,
kemudian mencampurkan semuanya itu dengan ilmu kalam sebagaimana yang dilakukan
oleh Al Baidlawi dalam kitabnya Ath Thawawi dan Abuddin Al-Ijy dalam kitab
Al-Mawaqif. Madzhab Al-Asy‘ari berkembang pesat kesetara pelosok hingga tidak
ada lagi madzhab yang menyalahinya selain madzhab hambaliyah yang tetap
bertahan dalam madzhab salaf, yaitu beriman sebagaimana yang tersebut dalam
alquran dan al hadits tanpa mentakwilkan ayat-ayat atau hadits-hadits itu.
Pada permulaan abad kedelapan hijriyah lahirlah di Damaskus seorang ulama’
besar yaitu Taqiyuddin Ibnu Taimayah menentang urusan yang berlebih-lebihan dari
pihak-pihak yang mencampur adukkan falsafah dengan kalam, atau menentang usaha
usaha yang memasukkan prinsip-prinsip falsafah ke dalam akidah islamiyah.
Ibnu Tamiyah membela madzab salaf ( sahabat, tabi’in dan imam-imam
mujahidin) dan membantah pendirian-pendirian golongan al asy’ariyah dan
lain-lain, baik dari golongan rafidhah, maupun dari golongan sufiyah. Maka
karenanya masyarakat islam pada masa itu menjadi dua golongan, pro dan kontra,
ada yang menerima pandapat pendapat ibnu taimiyah dengan sejujur hati, karena
itulah akidah ulama’ salaf dan ada pula yang mengatakan bahwa ibnu taimiyah itu
orang yang sesat.
Jalan yang ditempuh oleh Ibnu Taimiyah ini diteruskan oleh muridnya yang
terkemuka yaitu Ibnu Qayyimil Jauziyah. Maka sesudah berlalu masa ini,
tumpullah kemauan, lenyaplah daya kreatif untuk mempelajari ilmu kalam seksama
dan tinggallah penulis-penulis yang hanya memperkatakan makna-makna lafadz dan
ibarat-ibarat dari kitab-kitab peninggalan lama.
Kemudian diantara gerakan ilmiah yang mendapat keberkahan dari Allah, ialah
gerakan al iman Muhammad ‘Abduh dan gurunya jmaluddin Al-Afghani yang kemudian
dilanjutka oleh As-Said Rosyid Ridla. Usaha-usaha beliau inilah, yang telah
membangun kembali ilmu-ilmu agama dan timbullah jiwa baru yang cenderung untuk
mempelajari kitab-kitab Ibnu Taimiyah dan muridnya. Anggota-anggota gerakan ini
dinamakan salafiyyin.
B.
Pertumbuhan
Dan Perkembangan Aliran-Aliran Dalam Ilmu Tauhid/Kalam
Awal mula munculnya masalah teologi dalam Islam memang fakta sejarah
menunjukkan, persoalan pertama yang muncul di kalangan umat Islam yang
menyebabkan kaum muslimin terpecah ke dalam beberapa
firqah (kelompok / golongan) adalah persoalan politik. Dari masalah ini
kemudian lahir berbagai kelompok dan aliran teologi dengan pandangan dan
pendapat yang berbeda. Namun pertentangan yang tampak dalam ilmu tauhid adalah
penggunaan dalil serta penafsirannya. Ada kelompok yang hanya memandang dalil
dari sisi tekstual, ada yang mencoba menafsirkan dalil dengan pendapat mereka
dengan menggunakan ilmu filsafat, dan ada pula yang mencoba mencari jalan
tengah dengan penalaran dalil melalui filsafat yang masih terbentengi dengan
dalil-dalil yang lain. Sehingga, dari tiap kelompok terdapat keyakinan yang
berbeda dalam menentukan sikap dalam berdalil. Bagi kelompok yang hanya
memandang dalil secara tekstual, akan menganggap kelompok lain yang menggunakan
filsafat telah tersesat. Bagi yang menggunakan filsafat sebagai landasan
hukumnya akan menganggap tidak bergunanya keilmuan tanpa adanya filsafat.
Dengan adanya perbedaan pendapat
tersebut berakibat munculnya golongan-golongan dalam Islam diantaranya :
1.
Khawarij
Khawarij adalah golongan yang
memisahkan diri dari golongan yang mengikuti Ali bin Abi Tholib. Golongan ini berpendapat
bahwa orang Islam yang berbuat dosa besar dan belum sempat taubat ketika masih
hidup maka dianggap kafir.
2.
Syi’ah
Adalah golongan yang setia
terhadap Ali bin Abi Tholib. Mereka berpendapat bahwa yang berhak menggantikan
nabi adalah Ahlul Bait. Diantara tokohnya adalah Zaid bin Ali dan Ja’far bin
Shodik.
3.
Murji’ah
Selain khowarij dan syi’ah, pada masa ini juga muncul aliran lain yang
memilih bersikap diam dan tidak mau memvonis siapakah yang salah antara
golongan khawarij, syi’ah dan mu’awiyah. Mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tetap mu’min selama masih
beriman pada Allah Swt. Dan Rasul-Nya. Adapun pertanggungjawaban dosa orang
tersebut ditunda penyelesaiannya di akhirat kelak, Allah sendiri yang akan
menentukannya.
Dalam masalah hakikat iman,
kaum murji’ah meyakini bahwa seseorang yang dalam hatinya percaya kepada Allah
Swt. Tetapi secara lahir menyembah berhala atau memeluk agama Yahudi, Nasrani
atau yang lainnya, ia akan tetap akan diperlakukan sebagai orang mu’min oleh
Allah Swt. Dia akan mendapat ampunan atas
perbuatan lahirnya dan akan dimasukkan ke dalam surga.
4.
Jabariyah
Golongan ini menyatakan bahwa,
perbuatan manusia pada hakikatnya serba dipaksa (majbur). Manusia tidak
mempunyai kebebasan memilih dan berbuat, karena perbuatan manusia sepenuhnya
diatur oleh Allah.Orang yang pertama kali mengenal faham ini adalah Ja’ad bin
Dirham.
5.
Qodariyah
Aliran ini merupakan kebalikan
dari paham jabariyah. Aliran qodariyah berpendapat bahwa, manusia mempunyai
kekuasaan penuh atas perbuatannya. Pendiri aliran ini adalah Ma’bahah
al-Junahi.Mereka berkeyakinan bahwa segala perbuatan manusia diciptakan oleh
manusia itu sendiri. Allah tidak mempunyai hubungan dengan apa yang dilakukan
oleh manusia sebelum perbuatan itu dikerjakan. Tapi nilai yang telah
dikerjakan, maka pekerjaan tersebut baru diketahui dan mendapat penilaian dari
Allah.
6.
Asy’ariyah
Golongan ini disebut juga
dengan sebutan ahli sunah wal jama’ah. Aliran ini
mempunyai tujuh prinsip pokok :
a)
Allah swt mempunyai sifat diluar zat-Nya dan bukan dzat Tuhan itu sendiri.
b)
Al-Qur’an adalah kalam Allah dan bukan makhluk, maka Al-Qur’an bersifat
qodim.
c)
Allah swt. Dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala manusia secara
langsung, bagi mereka yang diizinkan.
d)
Perbuatan manusia telah diciptakan oleh Allah, meskipun dalam diri manusia
juga terdapat potensi yang bisa digunakan manusia untuk menggerakkan hati dan
badan dalam berbuat dan berusaha.Namun potensi tersebut bersifat terbatas dan
tidak efektif.
e)
Manusia hanya wajib meyakini adanya Allah dan tidak wajib mengetahui
hakikat Allah.
f)
Dosa seseorang tidak dianggap bisa mengkufurkan seseorang, selama muslim
tersebut masih iman, hanya saja dikategorikan sebagai mu’min yang durhaka,
mengenai keputusan ada di tangan Allah.
g)
Allah adalah pencipta seluruh alam raya ini, karena itu Allah mempunyai
kehendak mutlak untuk melakukan apa saja terhadap ciptaannya.[3]
III.
PENUTUP
Simpulan
Setelah penulis menyelesaikan pembahasan tentang
“Sejarah Perkembangan Aliran-aliran Tauhid”, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa :
1.
Ilmu tauhid mengalami perubahan dari masa ke masa yaitu, pada masa nabi
belum terjadi konflik karena setiap ada masalah selalu langsung disandarkan
kepada nabi, pada masa khulafa’urrasidin, awal terjadinya kekacauan pada masa
khalifah ke-3, yaitu pada masa pemerintahan Usman bin Affan, tauhid pada masa
daulah Umayyah adanya ajaran non Islam yang msuk ke ajaran Islam yang dibawa
oleh muallaf yang belum kuat imannya. Pada masa Abbasyyah, muncul polemik-polemik
menyerang paham yang dianggap bertentangan, sehingga muilai muncul
aliran-aliran, dan yang terakhir masa paska Abbasiyah, muncul golongan
asy’ariyah yang sedikit mendapat tantangan.
2.
Awal mula munculnya masalah teologi
dalam Islam memang fakta sejarah menunjukkan, persoalan pertama yang
muncul di kalangan umat Islam yang menyebabkan kaum muslimin terpecah
ke dalam beberapa firqah (kelompok / golongan) adalah
persoalan politik.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Teungku Hasbi Ash
Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2001.
http://memetkoplak.wordpress.com/2012/04/21/sejarah-pertumbuhan-dan
perkembangan-ilmu-tauhid/ diunduh pada tanggal 18 Maret
2014.
Noer Iskandar, Akidah Kaum Sarungan, Purwakerta: Tim Saluran Teologi, 2005.
[1] Muhammad, Teungku Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu
Tauhid/Kalam (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2001) hlm. 56.
0 Response to "MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN-ALIRAN TAUHID"
Post a Comment